Senin, 29 Februari 2016

Budayaku : Celengan Posong

Bentuknya unyu-unyu semua! xD




Ketika mengaitkan kata budaya dan Cirebon yang terlintas dalam pikiran saya adalah batik, tari topeng dan sintren. Memang ketiganya sangat terkenal di kalangan masyarakat, bahkan kalangan dunia. Setiap yang ingin mengenal budaya Cirebon, orang-orang akan mengacu pada batik mega mendung, batiknya wong Cerbon.

Tari Topeng Cirebon
Budaya yang kami miliki memang sudah cukup terkenal baik di Cirebon sendiri maupun di luar Cirebon. Batik mega mendung yang menjadi ciri khas Cirebon menjadi pilihan orang-orang ketika memutuskan untuk membeli kain maupun baju batik. Memang, coraknya yang indah menjadi keunggulan tersendiri bagi batik mega mendung.

Batik Mega Mendung dan Tari Sintren
            Sama halnya dengan tari topeng dan tari sintren mempunyai keunikan tersendiri. Orang-orang yang menonton pertunjukkan tari topeng dan sintren akan dibuat takjub dengan keindahan-keindahan tarian di dalamnya. Terutama tari sintren yang memuat unsur mistis. Unsur mistis ini makin membuat tari sintren semakin digemari.
Namun, ada satu budaya lain yang menarik minat saya dan hampir terlupakan. Ketika saya pergi membeli sesuatu di pasar, saya menjumpai seorang penjual yang mengingatkan akan masa kecil saya. Yaitu, penjual celengan posong. Celengan yang terbuat dari tanah liat dan dibentuk bermacam-macam aneka binantang.
Sudah hampir puluhan tahun saya mengenal celengan posong. Sejak kecil saya terbiasa bersinggungan dengan hal-hal yang berbau celengan posong. Pertama kali saya mengenal kata menabung pun dari celengan posong. Saya ingat betul dulu pernah dibelikan celengan jago oleh mama. Mama bilang saya harus bisa menyisihkan uang jajan agar bisa berhemat. Dan, kebiasaan itu memang tidak berhenti saya lakukan sampai sekarang. Walau jujur saja sekarang saya tidak membeli celengan posong lagi. Saya terlalu berpikiran praktis untuk membeli celengan plastik saja.
Pengrajin celengan posong tidak hanya memproduksi celengan, tetapi ada alat-alat rumah tangga mini. Seperti piring-piringan, teko kecil, kompor kecil. Semuanya itu dulu saya jadikan alat tempur "dagang-dagangan" saya. Saya ingat sekali biasa bermain dengan teman masa kecil, saya sebagai penjual dan dia sebagai pembeli. Rasanya bahagia sekali dulu bisa meniru sebagai penjual rujak atau yang umum diketahui sebagai gado-gado. Batu bata merah sebagai bumbu, dan dedaunan dekat rumah sebagai sayur-sayurnya. Sungguh suatu kenangan yang tidak terlupakan. 
Semuanya dijual dengan murah untuk celengan dijual sekitar Rp. 3.000,- Rp. 10.000,- Untuk mainannya sekitar Rp. 500,- sampai Rp. 5.000,- Harga yang sangat terjangkau bukan?
Sayangnya dengan segala kemajuan teknologi kebanyakan masyarakat melupakan mainan dari masa lalu. Anak-anak lebih memilih bermainan dengan alat-alat yang terbuat dari plastik atau malah lebih suka menghabiskan waktunya dengan bermain gadjet dan menonton sinetron. Padahal dari kita sendirilah kebudayaan akan terus ada. Bukannya tergerus oleh waktu. Semoga celengan posong menjadi jaya kembali seperti masa lalu. Dan akan lebih menyenangkan jika semua anak cucu kita bisa menikmati segala warisan nenek luhur. Akhir kata semoga tulisanku ini bisa sedikit menginsprasi orang-orang untuk lebih bisa menghargai dan tidak melupakan warisan budaya negeri. Dimulai dari diri saya sendiri. Amiin.
Celengan Plastik VS Celengan Posong. xD